Agama di negara sekuler dianggap tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap dinamika negara. Habermas melalui teori rasio komunikatif, etika diskursus, dan demokrasi deliberatif pada akhirnya memandang bahwa dalam negara demokratis yang terdapat dialog antara agama dan negara justru menunjukkan betapa agama mampu menggerakkan negara untuk selalu beradaptasi dan saling berkomunikasi. Cara yang digunakan yakni agama harus mentransformasi diri dari agama mitis (religious-metaphysical) ke agama rasional (religious-post-metafisik). Di sini warga beragama dan warga sekuler dalam masyarakat post-sekuler dapat saling belajar satu sama lain. Warganegara beriman juga mesti belajar dari sains dan teknologi yang memiliki klaim-klaim kesahihan ilmu pengetahuan. Warganegara beriman juga harus tunduk dan mengakui rasio sekuler yang menjadi basis legitimasi negara hukum demokratis.