Nilai norma masyarakat dalam permainan Jawa “Kuda Lumping”
Elly Prihastuti Wuriyani, Universitas Negeri Medan
Rosmawaty Harahap, Universitas Negeri Medan
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai norma masyarakat dalam permainan Jawa Kuda Lumping. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan model studi kasus dengan melakukan observasi terhadap pertunjukan Kuda Lumping dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma-norma kemasyarakatan yang terdapat dalam praktik kesenian Kuda Lumping pada masyarakat Jawa pada umumnya dan Indonesia pada khususnya antara lain: pertama, norma agama, yang bertentangan karena ritual tersebut dianggap syirik. Kedua, norma kesopanan kelompok kesenian Kuda Lumping dalam pertunjukan selalu memperhatikan kepentingan yang ada di masyarakat. Ketiga, norma kesusilaan terlihat dari hubungan penari kuda lumping dengan penontonnya. Keempat, kesenian Kuda Lumping masih diperbolehkan jika dilihat dari norma hukum sejauh pada saat dipentaskan tidak melanggar aturan hukum yang ada di negara Indonesia pada khususnya. Oleh karena itu, temuan empat norma masyarakat dalam permainan Jawa Kuda Lumping merepresentasikan budaya Indonesia yang masih hidup dalam masyarakat.
Community norms in the traditional Javanese game “Kuda Lumping”This study aimed to describe the community norms contained in the traditional Javanese game named Kuda Lumping. This qualitative descriptive research used a case study model by observing Kuda Lumping show and interviews with some related parties. The results of the study show that the social norms contained in the practice of Kuda Lumping include: First, regarding religious norms (which are predominantly Muslim), this game is considered contradictory because the ritual is considered Shirk or the sin of idolatry or polytheism. Second, in the norm of decency, the Kuda Lumping art group in performances always pays attention to the interests of the community. Third, in the moral norm, there is a close relationship between the Kuda Lumping dancers and the audience. Fourth, judging from legal norms, if there are no acts that violate legal norms, performances are still permitted. From the four societal norms, it can be concluded that Kuda Lumping represents Indonesian culture that is still alive in society.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Freud, S. (2006). Psikoanalisis. (Terj.: K. Bartens). Gramedia.
Herusatoto, B. (2001). Simbolisme dalam budaya Jawa. Hanindita.
Megantara, C. (2012). Bentuk penyajian musik iringan pada kesenian Jathilan di Kabupaten Temanggung (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2014). Analisis data kualitatif: Buku sumber tentang metode-metode baru. UI-Press.
Priyanto, A. T. S., Harun, D., Priyanto, A., Cholisin, Muchson, A. R., Sundawa, D., & Setyowati, Rr. N. (2008). Pendidikan kewarganegaraan untuk SMP kelas IX edisi 4. Departemen Pendidikan Nasional.
Roland, R. (Ed.). (1993). Agama dalam analisa dan intrepretasi sosiologis. PT. RajaGrafindo.
Sujanto, A. (1996). Psikologi perkembangan. Rineka Cipta.
DOI: https://doi.org/10.21831/hum.v27i1.50074
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
p-ISSN: 1412-4009 || e-ISSN: 2528-6722
Indexed by:
Jurnal Penelitian Humaniora by http://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.