NILAI FILOSOFI MOTIF PARANG RUSAK GURDO DALAM TARI BEDHAYA HARJUNA WIWAHA
Abstract
Tari Bedhaya Harjuna Wiwaha adalah sebuah tarian putri Jawa klasik yang adiluhung, halus, luhur, dan bercerita tentang legenda, babad, ataupun sejarah. Bedhaya sendiri bila diwujudkan dalam kehidupan manusia dapat diartikan sebagai lambang arah mata angin, arah kedudukan planet-planet dalam kehidupan alam semesta dan lambang lubang hawa dalam tubuh manusia sebagai kelengkapan hidup atau dalam bahasa jawa disebut babadan hawa sanga yaitu diwakili oleh dua buah mata, dua buah lubang hidung, satu mulut, dua kuping, satu lubang kemaluan, dan satu lubang pelepasan. Ciri khas tari Bedhaya Harjuna Wiwaha adalah para penari yang berjumlah Sembilan orang. Mereka biasanya terlihat hampir sama dan terlihat sangat cantik, anggun, dan bersinar karena menggunakan rias wajah Paes Ageng seperti pada mempelai putri pengantin Jawa, komposisi make up dimulai pada dahi dengan diberi paesan berwarna hitam dan di atasnya diberi hiasan kinjengan lalu disekelilingnya diberi lapisan garis prada kemudian alisnya dibentuk manjangan ranggah, ditambah dengan rias jahitan untuk kelopak mata, serta wajikan di tengah dahi. Unsur visual dan makna simbolis pada tari Bedhaya Harjuna Wiwaha ini adalah pemakaian batik motif Parang Rusak Sawat Gurdo .Gurdo adalah motif batik dengan gambar garuda.Garuda sebagai lambang matahari, dipandang sebagai sumber kehidupan yang utama, sekaligus ia merupakan lambang kejantanan, dan diharapkan agar selalu menerangi kehidupan umat manusia di dunia. Parang mempunyai arti perang atau menyingkirkan segala yang rusak, atau melawan segala macam godaan.Motif ini mengajarkan agar sebagai manusia mempunyai watak dan perilaku yang berbudi luhur sehingga dapat mengendalikan segala godaan dan nafsu.Corak-corak tersebut hadir dan digunakan dalam seni pertunjukan tari keraton bukan sekedar hadir sebagai ragam hias. Corak-corak tersebut dalam hal ini adalah corak larangan, yang merupakan corak ungkapan visual yang lahir dari kerangka pikiran tradisional masyarakat Jawa, yang merupakan kumulasi dari filsafat kejawen dan kebatinan, konsep kekuasaan, serta orientasi terhadap arah-arah mata angin yang dilatarbelakangi pandangan peredaran matahari dalam konteks ketergantungan dan pengakuan terhadap kekuatan-kekuatan alam dan Sang Pencipta.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/imaji.v14i1.9530
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Supervised by
Our Journal has been Indexed by:
View My Stats